TUGAS
KELOMPOK III
SEJARAH
MASUKNYA GEREJA KATOLIK DI KEPULAUAN KEI
![]() |
![]() |
Disusun oleh:
Joseph Silaratu Lenunduan
Yohanes
Ruatamety
Avelindus
Babaubun
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang
Maha Esa, karena atas berkat dan perlindungannya Kami dapat menyelesaian
Makalah ini dengan baik.
Adapun makalah ini kami buat dengan Judul “Sejarah
Masuknya Agama Katolik di Pulau Kei”. Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk
memenuhi Tugas mata kuliah Sejarah Gereja, yang diberikan oleh Dosen ( RD.
Steven Warawarin ).
Kami sadar sungguh bahwa Makalah ini sangat jauh
dari kata sempurna, maka dengan sangat terbuka kami meminta masukan dari pembaca,
demi menyempurnakan Makalah kami ini.
Agustus 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
i
DAFTAR
ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang dan Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Kedatangan Misionaris pertama di
Pulau Kei
2
2.2 Iman Katolik Bertumbuh
3
2.3 Semakin Berkembang
4
2.4 Tenaga baru datang, dan misi Kei semakin berkembang
4
BAB III PENUTUP
5
3.1 Kesimpulan
5
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar
Belakang
Kepulauan
Kei terdiri dari sekelompok pulau-pualu kecil mungil di sudut Timur Laut Banda
dan terletak antara Pulau Tanimbar dan Pulau Adi. Dari pulau-pulau itu, ada
yang diberi nama Kei Kecil dan Kei Besar. Luas pulau-pualu itu hanya sekitar
1500 meter.
Mengenai
Agama, sebagaian dari Penduduk terutama kampung Dullah, Tual, Langgian, Tojando
di Pulau Kei besar memeluk agama Islam. Sedangkan sebagian dari mereka masih
memiliki kepercayaan Animisme.
Sejak tahun 1882, di kampung Tual
tinggallah seorang Jerman bernama Adolf Lange. Orang ini mengepalai sebuah
perusahan atau pengrajin kayu. Dia menulis sepucuk surat kepada Vikaris
Apostolik. Surat itu tertanggal, Tual 24 September 1886. Bunyi surat itu
demikian, atas persetujuan 10 kepala kampung di Pulau Kei, Adolf meminta agar seandainya
Vikaris berkenan maka mereka diberi kesempatan untuk mengenal Agama Kristen.
1.2 . Tujuan
Dengan
mempelajari makalah ini, maka Pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah
Masuknya Agama Katolik di Pulau Kei.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
. Kedatangan
Misionaris Pertama di Pulau Kei.
Berawal
dari sepucuk surat yang ditulis oleh Adolf Lange sesuai dengan permintaan
sepuluh kepala kampung, Maka datanglah dua orang Misionaris yaitu Pater Johannis Kusters, SJ dan Pater Johannes Booms, SJ ke Kampung
Tual pada tanggal 01 juli 1888. Mereka dijemput oleh Adolf Lange dan tinggal
bersama dia. Ketika beberapa hari mereka tinggal di kampung tersebut, mereka
diantar oleh Adolf Lange untuk bertemu dengan para kepala kampung di pulau itu.
Dalam
bulan yang sama pula kedua Misionaris ini diantar mengunjungi beberapa kampung yakni : Gelanit,
Evu, Tetoat, Debut, dan Letfuan. Pada bulan Agustus mereka mengunjungi kampug
Dian.
“Sobat-sobat, tamu yang berjubah hitam ini
adalah Tuan Pastor. Pastor datang disini membawa Agama. Pastor ingin mengajak
kamu sekalian agar bisa mengenal Tuhan dan hidup lebih baik. Siapa yang mau
mengikuti pelajaran Agama hendaknya datang ke rumah saya.” Demikian Adolf Lange
mengajak orang kampung untuk dapat mendengarkan ajaran Agama Katolik.
Berminggu-minggu
Para Misionais tinggal di rumah Adolf Lange Namun taka ada seorang pun yang
datang. Maka setelah itu para Misionaris memutuskan untuk membangun sebuah
rumah pastoran sendiri. Pada bulan oktober rumah pastoran itupun selesai dibangun
dan langsung ditempati para Misionaris itu.
Pastor
Kuster dan Pastor Booms mulai mengunjungi lagi masyarakat di kampung Tual.
Mereka menghubungi masyarakat Kei yang masih kafir dan belum memeluk Agama
Islam kemudian mengajak mereka untuk mendengar pelajaran Agama Katolik.
Sejumlah anak datang ke Pastoran untuk belajar, namun beberapa hari kemudian
mereka menghilang dan tidak pernah muncul lagi ke Pastoran. Ternyata ada golongan
lain yang tidak menyukai anak-anak ini belajar Agama katolik, maka anak-anak
itu ditakut-takutkan : “Jangan masuk Agama Kristen. Agama Kristen itu Agama
Belanda. Kalau sudah terlanjur menjadi
Kristen, Akan dipaksa jadi tentara, dibawa ke Aceh dan disuruh perang. Kalau
orang Kristen mati, berubah menjadi Babi hutan. Apakah kamu ingin kelak menjadi
Babi?”
Tahun
1889 sudah datang. Keadaan masih tetap sama seperti tahun sebelumnya. Pada
bulan Februari ‘1889 dua Misionaris itu mencoba sekali lagi untuk mengunjungi
masyarakat. Kunjungan kedua di kapung Letfuan, Evu dan Tetoat. Mereka juga
mencoba untuk mengunjungi kampung Sathean, Wab dan Ohoira.
Di
kampung Ohoira, kepala kampung tersebut sempat berjanji kepada para Misionaris
itu bahwa ia akan mengumpulkan rakyatnya untuk mengikuti pelajaran agama dalam
kunjungan berikutnya. Namun janji itu hanyalah hampa, tidak ada hasil apapun
yang didapat oleh para Pastor itu.
Tak
lama kemudian Pastor Booms pun meminta agar sedapatnya ia dipindahkan kembali
ke Larantuka tempat tugasnya yang pertama dengan alasan bahwa Tidak ada
perubahan apapun pada masyarakat Kei. Setelah permintaannya itu diterima oleh
Vikaris Apostolik (Mgr. Claessens) , maka Pastor Booms ditarik kembali dari Kei
ke Larantuka.
Setelah
keberangkatan pastor Booms, Pastor Kusters Sempat mengunjungi Kei Besar dan
mengunjungi kampung Matahollat, Ohoiwait sebelah timur, Lerohoilim, Wer, Uwat,
Mun, dan Ad. Dalam kunjungan itupun tidak ada hasil apa-apa. Dalam kelelahannya
pun ia berdoa “Passio Cristi, Conforta m!
Kristus yang menderita, kuatkanlah aku.”
2.2
. Iman
Katolik Bertumbuh.
Pada
Tanggal 5 Juli 1889, Pastor Kusters mendayung sebuah perahu ke kampung Langgur
untuk memberi pertolongan bagi masyarakat yang sedang diserang wabah penyakit.
Ia
membawa obat (Pil Knine) dan mengobati masyarakat dari rumah ke rumah. Setelah
pertolongannya bagi masyarakat, Pastor Kusters pun diterima di kampung itu dan
ia menjadi sanjungan bahkan menjadi buah
bibir dari masyarakat kampung Langgur.
Pastor
Pater Kusters adalah orang yang baik hati. Bahkan oleh beberapa orang Pater
Kusters dipandang sebagai semacam dukun ajaib yang mempunyai guna-guna yang
dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Pater Kusters menulis sepucuk surat
kepada uskup. Isi surat Pater Kuster adalah “keadaan di kampung Langgur sangat
menyedihkan. Banyak orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan serta
anak-anak terkena penyakit demam. Mereka saya tolong sedapat mungkin. Kini
mereka menaruh kepercayaan kepada saya.
Lima
hari kemudian tanggal 10 Juli, Pater Kuters mendayung lagi ke Langgur untuk
mengobati orang-orang sakit. Kali ini Pater Kusters mulai berbicara mengenai
agama, katanya “kamu dan saya itu bersaudara. Meskipun kamu berkulit coklat dan
saya berkulit putih, tetapi kita mempunyai bapak yang sama. Ialah bapak yang
ada di Surga, yang meciptakan laut dan pulau-pulau. Orang kampung Langgur pun
berkata “betul yang dikatakan tuan Pastor itu”.
Beberapa
hari kemudian Pater Kuster pun memberanikan diri untuk meminta sesuatu daru
orang kampung. Ia meminta “di kampung ini ada anak-anak kecil yang sakit keras?
Apakah boleh anak-anak yang sakit keras itu saya permandikan?”. Orang kampung
menjawab bahwa permintaan Pater Kusters akan di permusyawarahkan terlebih
dahulu kepada warga kampung. Masyarakat kampung pun bermusyawarah pada malam
itu juga dan seorang kepala kampung mengambil kesimpulan bahwa permintaan Pater
Kusters tidak akan dijawab dengan
“ya
begitu saja”. Sebab nanti para Mitu (Dewa Pelindung) itu tentu akan marah
kepada kita. Bayi-bayi itu milik para dewa, mengapa sekarang mau diserahkan
kepada tuan Kusters. Dan akhirnya ada seseorang yang bijaksana menjawab sebagai
berikut “di kampung kita ada seorang bayi yang sakit keras dan hampir
meninggal. Saya mengusulkan bagaimana kalau bayi itu dibawa kepada tuan Kusters
untuk dipermandikan. Kita akan melihat apa yang terjadi setelah bayi itu dipermanidkan
bila anak itu hidup maka dewa yang diimani Pastor itu lebih berkuasa daripada
dewa pencabut nyawa. Tapi jika sebaliknya maka dewa pencabut nyawalah yang
lebih berkuasa dari dewa yang diimani tuan Kusters”. Dan akhirnya mereka
sepakat dengan usul itu.
Keesokan
harinya dibawalah bayi berumur tiga tahun yang bernama Sakbau anak dari Bapak
Chadat. Bayi itu sudah hampir mati saat dibawa ke hadapan Pastor Kusters.
Pastor mengambil air dan mempermandikan bayi itu dengan nama Babtis Maria. Dua
hari kemudian Maria Sakbau sembuh dari penyakitnya. Pada saat itu masyarakat
memandang sebagai bukti bahwa Tuhan yang disembah oleh Pastor Kusters lebih
berkuasa daripada dewa pencabut nyawa. Tiga hari kemudian pada tanggal 16 Juli
1889, ada enam pemuda yang seizin orang tua mereka, dan mereka mendaftarkan
diri sebagai calon babtis.
Jumlah
calon babtis bertambah menjadi sepuluh. Tiga minggu lamanya mereka mendapat
pelajaran agama Katolik tiap hari terus menerus.
Pada
tanggal 25 Juni Pastor Kusters menanam salib besar di kampung Langgur, sebagai
ganti tiang untuk sesaji.
Pada
tanggal 4 Agustus Pastor Kusters dengan terharu mempermandikan sepuluh pemuda
itu. Nama dari sepuluh pemuda yang menjadi Katolik pertama Di Kei adalah:
1. Justinus
Melau
2. Herman
Merol
3. Hendricus
Kumien
4. Dominicus
Wowut
5. Antonius
Savri
|
6. Fredericus
Akrid
7. Petrus
Mangal
8. Arnoldus
Bendrong
9. Wihelmus
Fungil
10. Carolus
kaat
|
Beberapa hari kemudian ada sepuluh
pemuda lagi yang ingin menjadi Katolik. Setelah mereka mendapat pelajaran kilat
mereka dipermandikan pada tanggal 1 September 1889. Itulah sekelompok umat
Katolik pertama di Langgur.
2.3
. Semakin
Berkembang
Pada tahun 1890, Pastor Kusters kembali mengunjungi Kampung
Sathean, Taar dan Faan. Kunjungan ini membuahkan hasil, Pada tanggal 15 Juli
1890 Bapak Raja Faan (Bernama Cos) bersama Istri dan beberapa penduduk Faan,
mengunjungi Pastor Kusters di Tual. Dan Raja mengatakan bahwa mereka ingin
mempelajari Agama Katolik. Bapak Raja beserta Rombongan tinggal di Tual selama
satu bulan untuk mengikuti Pelajaran Agama Katolik, mereka kembali pada tanggal
15 Agustus.
Pada Tanggal 17 Agustus 1890, Raja Faan Bersama Ibu Raja
beserta sekelompok penduduk menerima Sakramen Permandian. Bapak Raja diberi
nama Lodovicus, sedangkan ibu raja diberi nama Margaretha. Upacara Permandian
itu dilaksanakan di Faan dan dihadiri oleh orang-orang kampung Ngilngof, Sathean,
dan Kampung lain. Upacara itu ditutup dengan Pesta besar.
Tahun 1890 boleh dikatakan sebagai Tahun Keramat,
karena pada tahun itu banyak orang yang ingin untuk dibabtis. Tanggal 21
September soerang putra dari orang yang mempunyai pengharu besar di Langgur
dibabtis dengan nama Leo Fuko. Dua orang dari kampung Duroa juga dibabtis Pada
tanggal 15 Desember di kampung mereka sendiri. Tak lama, bapak Jahau juga
dibabtis dengan nama Jozef. Dalam tahun itu juga ada tuga pemuda dari Elaar
minta dipermandikan. Tahun itupun berjalan dengan penuh Hikmat, bagi kepulauan
Kei.
Pada tanggal 27 Desember 1890, Pastor Kusters Pidah
dari Tual ke Langgur. Pater Kusters pernah membeli Rumah seorang Arab di Tual,
dan waktu itu pun Pastor Kusters memindahkan rumah tersebut ke Langgur dan
dijadikan Gereja darurat.
2.4
. Tenaga
baru datang, dan misi kei semakin berkembang
Tahun
baru 1891 ditandai dengan kedatangan bantuan tenaga muda. Pater yang ditunjuk
oleh Uskup sebagai pembantu Pater Kusters, ialah Pater Carolus Van Der heyden,
SJ. Pater ini dilahirkan di Untrecht pada tanggal 12 Mei 1851. Pada tanggal 19 Februari
1891 ia tiba di Langgur. Pada bulan berikutnya tepatnya tanggal 26 Maret 1891
datang juga Bruder Johannes Lancee ia dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1858
di Tiel Negeri Belanda. Bruder ini ditugaskan untuk mengurus rumah tangga
Pastoran.
Akhir
bulan pertama tahun 1892 tepatnya tanggal 31 Januari 1892 ada 16 orang
dipermandikan 2 dari mereka adalah orang terkemuka, antara lain Januaris
Martein dan Laurentius Tavirdu. Lalu pada bulan Maret 1892 Pater Kusters
mengadakan kontrak dengan 10 Pemuda Langgur untuk membangun Gereja baru.
Pembangunan itu dipimpin oleh Januaris Martein dan dibantu oleh Jozef
Tavirseran. Dibawah pimpinan doa orang itu masyarakat Langgur giat mendirikan
Gereja.
BAB III
PENUTUP
3.1 . Kesimpulan
Dari
keseluruhan Materi di atas maka dapat kami simpulkan bahwa Allah yang berperan dalam
penyebaran Agama katolik di Pulau Kei. Perjuangan para Misionaris pertama waktu
itu sangat membutuhkan tenaga ekstra dan kesabaran yang luarbiasa.
Dari
Adolf Lange, datanglah seorang misionaris bernama Pastor Johannes Kusters, SJ.
Perjuanagannya yang bersar sehinngga sekarang jika kita pergi berkunjung ke
Pulau Kei maka kita dapat pergi ke Gereja untuk beribadah.
Bisa
kita bayangkan jika seandainya, dulu tidak ada Misionaris pergi ke Pulau Kei,
maka mungkin sampai sekarang pun tidak banyak orang katolik di Pulau Kei. Semua
penyebaran mereka, tak luput dari campur tangan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Cerita Sejarah
Gereja Katolik di Kei, Tanimbar dan Irian 1888-1920; H. Haripranata S.J.
2017. Gunung Sopai Yogyakarta.


thanks...
BalasHapus